JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Kualitas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) terus mengalami peningkatan. Ini tecermin dari jumlah capaian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) LKPD yang telah melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Kendati demikian, masih terdapat 23 pemda yang sampai saat ini belum pernah meraih opini WTP sejak pertama kali diaudit oleh BPK.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022, hasil pemeriksaan BPK atas 541 LKPD tahun 2021 mengungkapkan opini WTP atas 500 (92,4 persen) LKPD, opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas 38 LKPD (7 persen), dan opini tidak menyatakan pendapat (TMP) atas 3 LKPD (0,6 persen) LKPD. Adapun satu pemda, yaitu Pemerintah Kabupaten (pemkab) Waropen di Provinsi Papua, saat IHPS I tahun 2022 disusun belum menyampaikan laporan keuangan unaudited kepada BPK.
“Kajian ini bertujuan antara lain untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas LKPD dan ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban penyampaian LKPD kepada BPK pada 23 pemda yang belum pernah memperoleh opini WTP sejak diaudit pertama kali.”
Namun demikian, dari 542 pemda, termasuk Pemkab Waropen, terdapat 23 pemda yang sampai dengan semester I 2022 belum pernah memperoleh opini WTP. Sebanyak 23 pemda tersebut terdiri atas 22 pemkab dan satu pemerintah kota yang tersebar di tujuh provinsi.
Sebanyak 13 pemda di antaranya belum pernah memperoleh opini WTP selama lebih dari 15 tahun (15 LKPD). Dua dari 23 pemda tersebut, yaitu Pemkab Waropen dan Pemkab Mamberamo Raya. LKPD kedua pemkab tersebut selalu memperoleh opini TMP.
Selain itu, dari 23 pemda tersebut, sebanyak delapan pemda (35 persen) menyampaikan laporan keuangan unaudited kepada BPK tidak tepat waktu sesuai ketentuan undang-undang. Salah satu pemda yang terlambat menyampaikan laporan keuangannya yaitu Pemkab Waropen yang baru menyampaikan laporan keuangannya kepada BPK tanggal 15 Agustus 2022.
Terkait dengan itu, Staf Ahli Bidang Keuangan Pemerintah Daerah BPK Dadang Ahmad Rifa’i telah melakukan kajian bertajuk “Kajian Faktor Penyebab Rendahnya Kualitas LKPD: Studi pada Daerah yang Belum Memperoleh Opini WTP”. Kajian ini untuk membantu mengurai permasalahan dan mencari solusi terhadap pemda yang kualitas LKPD-nya masih rendah.
“Kajian ini bertujuan antara lain untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas LKPD dan ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban penyampaian LKPD kepada BPK pada 23 pemda yang belum pernah memperoleh opini WTP sejak diaudit pertama kali,” kata Dadang dalam laporan kajian yang diterima Warta Pemeriksa.
Berdasarkan hasil kajian, ada beberapa penyebab utama rendahnya kualitas LKPD. Beberapa penyebab tersebut adalah kurangnya komitmen kepala daerah, belum optimalnya peran inspektorat daerah, hingga belum memadainya kompetensi SDM pengelola keuangan dan belum optimalnya penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan.
“Hasil kajian juga menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kasus permasalahan ketidakpatuhan dan nilai kerugian akibat permasalahan ketidakpatuhan pada 23 pemda yang belum mencapai opini WTP, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata pemda secara nasional,” kata Dadang.