JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Pengembangan kawasan pariwisata terus digencarkan oleh pemerintah. Beberapa destinasi yang dikembangkan adalah kawasan pariwisata Nusa Dua, Bali dan Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Untuk mengawal program pemerintah tersebut, BPK telah melakukan pemeriksaan kinerja atas kegiatan pengembangan dan pemasaran kawasan pariwisata tahun buku 2019, 2020, dan 2021 (hingga triwulan III). Kegiatan tersebut dilaksanakan pada PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau PPI dan instansi terkait di DKI Jakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
“Akibatnya, kemajuan pekerjaan proyek pembangunan infrastruktur dan pengembangan lot-lot yang dikerjasamakan dengan investor di kawasan pariwisata Mandalika menjadi terhambat.”
BPK menyimpulkan bahwa terdapat permasalahan yang apabila tidak segera diatasi maka dapat mengganggu efektivitas pengembangan dan pemasaran kawasan pariwisata Nusa Dua dan Mandalika. Terkait kawasan Mandalika, BPK menemukan adanya penanganan permasalahan lahan.
Seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2022, penanganan permasalahan lahan di kawasan pariwisata Mandalika belum sepenuhnya efektif. Sampai dengan tahun 2021, komposisi penguasaan lahan di dalam delineasi kawasan pariwisata Mandalika seluas kurang 1.250 hektare (ha).
Ini meliputi lahan yang dimiliki PT PPI seluas 1.172,78 ha, lahan enclave yang dibebaskan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) seluas 6,53 ha, lahan yang berperkara sesuai SK BPN seluas 15,33 ha, dan lahan enclave yang dimiliki masyarakat seluas 51,65 ha yang belum dibebaskan oleh PT PPI (Persero).
“Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat beberapa permasalahan terkait dengan penanganan permasalahan lahan,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS I 2022.
Salah satu permasalahan itu, PPI diketahui belum menetapkan tim lahan yang memiliki tugas dalam penyelesaian lahan untuk kegiatan investasi. Kemudian, belum menyusun prosedur standar yang dapat digunakan oleh tim lahan untuk menangani lahan enclave, klaim lahan, maupun penguasaan lahan secara ilegal pada lahan berstatus hak penggunaan lahan (HPL) PT PPI (Persero).
Selain itu, PPI belum menyelesaikan sesuai target waktu pembebasan lahan tahun 2021 atas lahan enclave di zona tengah dan zona timur. Termasuk lahan enclave yang dibebaskan oleh Kemenparekraf, yaitu lahan penetapan lokasi (penlok) 2.
Permasalahan lainnya, PPI belum menyelesaikan klaim dan penguasaan oleh masyarakat pada lahan HPL kegiatan investasi pembangunan infrastruktur, pembangunan lot, dan lot yang akan dipasarkan dan lahan berperkara eks PT Pembangunan Pariwisata Lombok (PT PPL).
“Akibatnya, kemajuan pekerjaan proyek pembangunan infrastruktur dan pengembangan lot-lot yang dikerjasamakan dengan investor di kawasan pariwisata Mandalika menjadi terhambat,” tulis BPK.
Ada sejumlah rekomendasi yang disampaikan BPK kepada Direksi PT PPI (Persero). BPK merekomendasikan agar direksi PPI menetapkan tim lahan beserta uraian tugas dan tanggung jawabnya. Kemudian, menetapkan standard operational procedure (SOP) penanganan masalah lahan baik penanganan tanah enclave, klaim lahan, dan penguasaan tanah secara ilegal di atas HPL PT PPI (Persero).
Rekomendasi selanjutnya adalah menyelesaikan pembebasan lahan enclave dan pengamanan atas lahan HPL sesuai program kerja dan target tahunan. Serta penyelesaian lahan berperkara pada lahan berstatus HPL. Selain itu, melakukan koordinasi dengan Kemenparekraf terkait dengan kesepakatan pemanfaatan lahan pada penlok 2 yang telah dibebaskan.