JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi pekerja migran Indonesia (PMI). Kendati demikian, ada sejumlah hal yang perlu diperbaiki pemerintah untuk memperkuat upaya perlindungan terhadap pekerja migran.
Dalam pemeriksaan kinerja terkait perlindungan PMI yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester II 2022, BPK menemukan sejumlah permasalahan. Apabila tidak diperbaiki, permasalahan-permasalahan yang ditemukan dapat mengganggu efektivitas program perlindungan pekerja migran.
Pemeriksaan dilakukan pada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Pada pemeriksaan Kemenlu, BPK menemukan bahwa Kemenlu belum sepenuhnya melaksanakan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama dengan BP2MI dan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM terkait pertukaran dan pemanfaatan data. Kemenlu juga belum optimal dalam mengembangkan Portal Peduli WNI untuk mendukung proses integrasi data antara Kemenlu, Kemnaker, BP2MI, dan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
“Akibatnya, belum tersedianya data PMI di luar negeri yang valid sehingga Kemenlu dalam hal ini perwakilan RI di luar negeri, belum dapat melakukan pemetaan dan mitigasi risiko, serta pelayanan dan perlindungan kepada PMI di luar negeri secara optimal,” tulis BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2022.
Permasalahan lainnya, Perwakilan RI di luar negeri dalam melaksanakan proses verifikasi terhadap mitra usaha dan permintaan PMI, proses penetapan dan pengumuman daftar pemberi kerja, dan penetapan mitra usaha yang bermasalah, belum didukung dengan pedoman dan sistem informasi yang terstandarisasi.
Akibatnya, terdapat potensi kehilangan peluang permintaan PMI dari negara tujuan penempatan serta terhambatnya percepatan pelaksanaan penempatan PMI, serta P3MI berpotensi akan bermitra dengan mitra usaha atau pemberi kerja yang bermasalah di negara tujuan penempatan.
“Akibatnya, belum tersedianya data PMI di luar negeri yang valid sehingga Kemenlu dalam hal ini perwakilan RI di luar negeri, belum dapat melakukan pemetaan dan mitigasi risiko, serta pelayanan dan perlindungan kepada PMI di luar negeri secara optimal.”
Perwakilan RI di negara tujuan juga belum dapat melaksanakan pendataan dan pendaftaran PMI selama bekerja di negara tujuan penempatan. Seperti belum seluruh perwakilan RI menerima data keberangkatan PMI untuk skema government to government dari BP2MI dan skema private to private dari P3MI.
Selain itu, Perwakilan RI belum memiliki SOP dan petunjuk teknis terkait pemantauan dan evaluasi terhadap pemberi kerja, pekerjaan, dan kondisi kerja PMI. Pembinaan terhadap PMI juga belum optimal.
Akibat permasalahan itu, Perwakilan RI belum dapat melakukan deteksi dini yang meliputi pemetaan risiko dan mitigasi risiko dalam menyusun rencana kontijensi atas perlindungan terhadap PMI yang berada di wilayah kerjanya. Akibat lainnya adalah terjadinya ketidakseragaman pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap pemberi kerja, pekerjaan, dan kondisi kerja PMI, serta pembinaan terhadap PMI oleh Perwakilan RI di luar negeri.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan, BPK mendapati bahwa Kemenlu telah melakukan berbagai upaya dalam menjalankan program perlindungan bagi pekerja migran Indonesia.
Kemenlu diketahui telah melakukan pendampingan, mediasi, advokasi, dan pemberian bantuan hukum berupa fasilitasi jasa advokat oleh pemerintah pusat dan/atau perwakilan Republik Indonesia serta perwalian sesuai dengan hukum negara setempat. Selain itu, Perwakilan RI telah melakukan repatriasi kepada WNI/pekerja migran Indonesia (PMI) yang mengalami masalah dan tidak memiliki kemampuan untuk memproses ataupun membiayai pemulangannya secara mandiri.
Rekomendasi BPK untuk Menteri Luar Negeri
Menginstruksikan kepada Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler dalam hal ini Direktur Pelindungan WNI untuk:
– Bersama-sama dengan BP2MI, Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, serta Kemnaker untuk mengkaji dan mengevaluasi, serta menetapkan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama baru tentang pelayanan dan perlindungan PMI di luar negeri. Khususnya pertukaran dan pemanfaatan data melalui sistem informasi yang terintegrasi.
– Berkoordinasi dengan Kemnaker untuk mengusulkan tambahan klausul pada Kepmenaker tentang verifikasi permintaan PMI terkait tata cara yang mengatur mengenai kewajiban mitra usaha dari P3MI untuk melaporkan data kedatangan PMI kepada perwakilan RI di negara tujuan penempatan.