JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut aktif mendukung upaya pemerintah dalam mengatasi stunting dengan melaksanakan sejumlah pemeriksaan. Salah satunya, pemeriksaan dilakukan atas upaya percepatan pencegahan dan penurunan stunting TA 2021 sampai triwulan III 2022 yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan (Pemkab TTS) dan instansi/pihak terkait lainnya.
Kesimpulannya, masih ditemukan permasalahan yang apabila tidak segera diatasi oleh Pemkab TTS akan memengaruhi upaya percepatan pencegahan dan penurunan stunting. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, terungkap bahwa Pemkab TTS telah menetapkan tim percepatan penurunan stunting (TPPS) tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa.
Pada 2021, sebanyak 156 desa ditetapkan sebagai desa lokus melalui Keputusan Bupati TTS Nomor 256/KEP/HK/2020 tentang Penetapan Desa dan Kelurahan Lokasi Intervensi Stunting Kabupaten TTS tahun 2021. Sedangkan pada 2022, sebanyak 25 desa telah ditetapkan sebagai desa lokus melalui Keputusan Bupati TTS Nomor 121/KEP/HK/2021 tentang Penetapan Lokasi Prioritas Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi Kabupaten TTS tahun 2022.
Dikutip dari IHPS II 2022, BPK menemukan permasalahan antara lain pelaksanaan komitmen dan visi kepemimpinan Pemkab TTS belum sepenuhnya mendukung upaya percepatan pencegahan dan penurunan stunting. Hal itu terlihat pada dokumen perencanaan berupa Renstra, RKPD Tahunan dan Renja OPD tahun 2021 dan 2022.
Hasil reviu atas dokumen perencanaan Renstra, RKPD, dan Renja terkait penurunan prevalensi stunting TA 2021 sampai triwulan III 2022 menunjukkan Pemkab TTS belum sepenuhnya mengintegrasikan program kegiatan penurunan stunting dalam dokumen RKPD tahun 2021 dan 2022. Program percepatan pencegahan dan penurunan stunting pun belum sepenuhnya terintegrasi dalam dokumen perencanaan Renstra 2019-2024 dan Renja 2021-2022 Dinas Konvergensi Kabupaten TTS.
“BPK merekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan agar menyusun Peraturan Bupati TTS tentang standar acuan pemberian makanan tambahan (PMT) pangan lokal yang memuat standar pemenuhan gizi, rekomendasi menu pangan lokal, dan standar harga PMT.”
Akibatnya, tidak terdapat penilaian indikator pencapaian atas program kegiatan yang bisa digunakan untuk menilai keberhasilan program kegiatan intervensi sensitif. Karenanya, BPK memberikan rekomendasi kepada sejumlah pihak.
Rekomendasi diberikan kepada Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, Kepala Dinas Sosial, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten TTS. Yaitu agar memerintahkan pengintegrasian program pencegahan dan penurunan stunting sebagai program prioritas ke dalam dokumen Rencana Kerja OPD sehingga selaras dengan dokumen RKPD Kabupaten TTS.
Selain itu, BPK merekomendasikan kepada pihak-pihak tersebut untuk mengusulkan alokasi anggaran dan melakukan penandaan (tagging) terkait program pencegahan dan penurunan stunting. BPK juga menemukan permasalahan pelaksanaan konvergensi program pada Pemkab TTS belum mendukung upaya percepatan pencegahan dan penurunan stunting.
Program intervensi spesifik berupa cakupan pemberian makanan tambahan (PMT) kepada balita stunting dan ibu hamil kurang energi kronis (KEK) masih rendah. Akibatnya, angka capaian prevalensi stunting dari upaya intervensi sensitif berpotensi tidak mencapai target sesuai RPJMD-P Kabupaten TTS.
BPK merekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan agar menyusun Peraturan Bupati TTS tentang standar acuan pemberian makanan tambahan (PMT) pangan lokal yang memuat standar pemenuhan gizi, rekomendasi menu pangan lokal, dan standar harga PMT.