JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak hanya menjalankan fungsi pemeriksaan dan rekomendasi dalam mengawal dan menyelamatkan harta negara. BPK juga menjalankan fungsi kuasi yudisial.
Sesuai pasal 10 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK berwenang menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
Untuk menjalankan fungsi kuasi yudisial, BPK membentuk Majelis Tuntutan Perbendaharaan (MTP). Melalui MTP, BPK melakukan proses Tuntutan Perbendaharaan (TP) yang ditujukan terhadap bendahara yang merugikan negara dan memberikan pertimbangan kepada pemerintah atas proses tuntutan ganti rugi (TGR) terhadap pegawai negeri bukan bendahara yang merugikan keuangan negara.
Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara, Blucer Wellington Rajagukguk mengatakan, pemeriksaan BPK dalam kurun waktu 2009 hingga semester I 2020 mengungkap sebanyak 257.136 permasalahan dengan nilai uang sebesar Rp501,29 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 49.548 permasalahan di antaranya atau 19,27 persen merupakan masalah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berindikasi kerugian negara atau daerah. “Angkanya sebesar Rp34,65 triliun dengan rata-rata kerugian sebesar Rp3 triliun per tahunnya,” kata Blucer kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.
Blucer mengatakan, dari nilai kerugian sebesar Rp34,65 triliun, baru sebesar Rp3,43 triliun atau 9,9 persen yang telah memperoleh penetapan dengan nilai kerugian yang telah dipulihkan sebesar Rp1,77 triliun. Artinya, ujar Blucer, hanya kerugian sebesar Rp3,43 triliun yang telah valid dan penanggung jawab kerugian telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
“Memang untuk penyelesaian ini menurut saya cukup memprihatinkan, karena kalau kita lihat kurang dari 10 persen dari total yang terindikasi sebagai kerugian negara,” ucap dia.
Persoalan-persoalan ini menurut dia menjadi tantangan besar karena ada potensi mengalami kedaluwarsa. Padahal angka kerugiannya mencapai triliunan rupiah. Oleh karena itu, pihaknya intensif menjalin komunikasi dengan AKN maupun kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Blucer menegaskan, keberadaan Majelis Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TP-TGR) sangat penting. Ia menjelaskan, Majelis TP-TGR menyelesaikan persoalan kerugian negara yang dilakukan bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.