JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan kesempatan yang sama baik perempuan maupun laki-laki untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan dengan menjadi aparatur sipil negara (ASN). Sejalan dengan pelaksanaan sistem merit, kesempatan itu diberikan bagi mereka yang memenuhi kriteria, kualifikasi, dan kompetensi yang diperlukan BPK.
Kepala Biro Sumber Daya Manusia Dadang Ahmad Rifa’i mengatakan, berdasarkan pembagian jenis kelamin, persentase jumlah pegawai wanita yaitu sebesar 39,57 persen dari seluruh pegawai BPK. Jika dilihat dari data perkembangan jumlah pegawai selama tiga tahun berturut-turut, proporsi jumlah pegawai wanita dari seluruh pegawai BPK terus mengalami peningkatan, yaitu pada 2020 sebesar 38,05 persen, kemudian pada 2021 sebesar 38,25 persen, dan pada 2022 sebesar 39,57 persen.
“Secara umum, pegawai wanita di BPK menunjukkan kinerja yang baik, setara dengan kinerja pegawai pria,” ungkap Dadang kepada Warta Pemeriksa.
Hal ini dapat dilihat antara lain dari distribusi pegawai wanita yang menduduki berbagai jabatan yang ada di BPK, terutama di jabatan fungsional. Peran pegawai wanita yang setara dengan pria ini merupakan pengejawantahan penerapan sistem merit dalam pengelolaan SDM di BPK sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). UU ASN mengamanatkan bahwa manajemen ASN harus didasarkan pada sistem merit.
“Oleh karena itu, kita perlu terus mendorong pegawai wanita di BPK untuk menduduki jabatan-jabatan manajerial yang lebih tinggi (sebagai pengambil kebijakan), tentunya melalui seleksi kompetitif berbasis sistem merit sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.”
Ini merupakan kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan oleh kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Hal itu tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Dari pengalaman pelaksanaan rekrutmen pegawai beberapa tahun terakhir, BPK merupakan salah satu instansi pemerintah dengan peminat terbanyak. Tahun ini, dari 1.306 orang yang diangkat CPNS, sebesar 46,86 persen atau sebanyak 612 orang adalah wanita. Dengan tambahan pegawai ini, proporsi pegawai wanita di BPK per Mei 2022 menjadi hampir 40 persen.
“Jumlah yang luar biasa besar sebagai bagian dari human capital BPK yang perlu dikembangkan potensi, kompetensi, dan kinerjanya sehingga dapat memberikan kontribusi terbaiknya bagi BPK,” ujar Dadang.
Dalam Statistik Politik 2021 dari Badan Pusat Statistik (BPS), peran dan keterwakilan perempuan dalam posisi-posisi pengambilan kebijakan dalam pemerintahan masih cenderung rendah. Selama periode 2016-2020, persentase ASN perempuan terus mengalami peningkatan dan jumlahnya mulai melebihi pegawai laki-laki.
Meski begitu, peningkatan tersebut tidak langsung diikuti dengan meningkatnya persentase perempuan yang menduduki posisi sebagai pengambil kebijakan. Pada 2020, persentase perempuan yang menduduki jabatan struktural eselon I (jabatan pimpinan tinggi/JPT madya) yaitu sebesar 16,58 persen dan eselon II (JPT Pratama) sebesar 13,76 persen.
Untuk BPK, persentase pegawai wanita yang menduduki jabatan struktural di BPK (JPT, jabatan administrator, dan jabatan pengawas) yaitu sebesar 24,19 persen dari jumlah pejabat yang ada. Saat ini tidak ada pegawai wanita yang menduduki jabatan struktural eselon I (JPT madya) dan hanya sebesar 12,94 persen pegawai wanita yang menduduki jabatan struktural eselon II (JPT pratama).
“Oleh karena itu, kita perlu terus mendorong pegawai wanita di BPK untuk menduduki jabatan-jabatan manajerial yang lebih tinggi (sebagai pengambil kebijakan), tentunya melalui seleksi kompetitif berbasis sistem merit sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja,” ujarnya.