JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengerahkan seluruh kemampuan dan sumber daya untuk mengidentifikasi audit universe atas penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemeriksaan dilakukan dari hulu ke hilir, mulai dari kerangka regulasi, program yang dilaksanakan pemerintah, pengelolaan dan penggunaan uang negara, hingga para penerima manfaat dari program atau kebijakan yang dibuat pemerintah.
Setelah aspek regulasi, aspek selanjutnya yang diperiksa BPK adalah keuangan negara sesuai pengertian dan lingkupnya sebagaimana diatur dalam UU Keuangan Negara. Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Pengembangan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Bernardus Dwita Pradana memaparkan, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Oleh karena itu, pemeriksaan atas penanganan Covid-19 oleh BPK tak hanya dilakukan terhadap anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). BPK juga memeriksa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana Bank Indonesia, dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dana BUMN/BUMD, dan dana masyarakat yang dikelola entitas pemerintah.
“Dengan demikian, dari sisi keuangan negara, pemeriksaan bukan hanya dilakukan untuk yang Rp695 triliun (anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional/PCPEN). Karena itu hanya salah satu unsur dari keuangan negara,” kata Dwita saat berbincang dengan Warta Pemeriksa di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ada lima hal yang diperiksa terkait keuangan negara dalam penanganan Covid-19. Kelima hal itu adalah refocusing dan realokasi anggaran, penanganan kesehatan, perlindungan sosial, penanganan dampak ekonomi dan keuangan, pengadaan barang/jasa dalam masa darurat bencana, serta manajemen penanggulangan bencana. Perlu diperhatikan pula pembagian PCPEN sebagai public goods dan non-public goods dalam konteks burden sharing pemerintah dan Bank Indonesia.
Dwita mengatakan, pemeriksaan atas keuangan negara dalam penanganan Covid-19 juga dilakukan terhadap sektor moneter dan stabilitas sistem keuangan. Ini karena Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendapatkan kewenangan luas dalam membantu menjaga stabilitas sistem keuangan di masa pandemi melalui UU Nomor 2 Tahun 2020. Salah satu perluasan kewenangan itu adalah melakukan pembelian Surat Utang Negara (SUN)/Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) di pasar perdana. “BI sebenarnya tidak boleh beli di pasar perdana, harusnya di pasar sekunder. Tapi di UU (UU Nomor 2 Tahun 2020), BI diperbolehkan.”
LPS juga akan diperiksa. Sebab, LPS nantinya bertugas melakukan penyelamatan bank gagal non-sistemik dan penjaminan simpanan kelompok nasabah. “Sampai sekarang belum atau jangan sampai terjadi,” kata Dwita.
Unsur keuangan negara yang juga diperiksa adalah kekayaan negara yang dipisahkan, yaitu BUMN dan BUMD. Ia mengatakan, selain menerima penugasan pemerintah melalui PEN, di BUMN juga terdapat dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan bina lingkungan yang turut dikucurkan untuk membantu penanganan Covid-19.
“Satu lagi adalah dana masyarakat yang dikelola entitas publik sebagai subyek keuangan negara. Contohnya adalah dana masyarakat yang diberikan kepada BNPB atau BPBD untuk disalurkan kepada penerima bantuan. Itu termasuk ke dalam unsur keuangan negara,” ujar Dwita.
Sumber ilustrasi: Freepik