JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Program Investasi Kehutanan atau Forest Investment Program (FIP) yang dijalankan Pemerintah Indonesia tak hanya mendapat dukungan dari Asian Development Bank (ADB). Program ini juga mendapat dukungan dana hibah dari Danish International Development Agency (DANIDA) dan International Bank for Reconstruction and Development (IBRD)/World Bank untuk proyek FIP Jilid II.
Beberapa rekomendasi tersebut adalah menyusun rencana aksi dalam rangka mempercepat penyerapan sisa dana hibah yang bersumber dari DANIDA pada TA 2018. Kemudian, melakukan koordinasi dengan World Bank dalam rangka mengesahkan Project Operational Manual (POM). Hal ini sebagai bentuk kedua belah pihak menerima kesepakatan serta menyusun pedoman rinci (sub manual). Antara lain, bentuk dukungan teknis dari Project Management Unit (PMU), Supporting Unit (SU), dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) serta hibah ke masyarakat.
Laporan keuangan tersebut merupakan laporan keuangan bertujuan khusus berupa Project Sources and Uses of Funds, Project Uses of Funds by Category untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2020.
Dalam laporan keuangan yang disampaikan, total dana hibah yang diberikan DANIDA dan IBRD/Bank Dunia mencapai 22,42 juta dolar AS. Dari total dana hibah tersebut, telah dilakukan penarikan dana selama 4 tahun proyek FIP II yang berjalan hingga 31 Desember 2020 sebesar 57,90 persen. Adapun realisasi penggunaan dana hibah berdasarkan laporan audited sebesar 56,76 persen.
“Menurut opini BPK, laporan keuangan bertujuan khusus itu menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2020, sesuai dengan kerangka pelaporan di dalam Project Operations Manual terkait,” demikian disampaikan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan FIP II. Pemeriksaan itu dilakukan pada 26 April-11 Juni 2021.
BPK pun melakukan pengajian atas efektivitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap laporan keuangan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material.
“Dalam pemeriksaan tersebut, BPK tidak menemukan adanya kelemahan yang signifikan yang dapat dilaporkan berkaitan dengan pengujian sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,” tulis BPK dalam laporannya.
KLHK dalam laporan keuangan yang disampaikan menyatakan, deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia masih menjadi masalah. Meskipun sebelumnya pernah mengalami penurunan yang signifikan dari 3,4 juta hektare per tahun menjadi 0,92 juta hektare per tahun pada periode 1998-2013.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Indonesia mengembangkan pengelolaan hutan terdesentralisasi sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. UU ini menyatakan bahwa pengelolaan hutan yang efektif diselenggarakan pada tingkat tapak berupa unit-unit pengelolaan hutan yang disebut kesatuan pengelolaan hutan atau KPH.
Sedangkan berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi pada unit-unit KPH terdesentralisasi menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Sementara pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) menjadi kewenangan pemerintah kabupaten atau kota. Sedangkan pengelolaan hutan konservasi menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Pelaksanaan kegiatan FIP II merupakan program nasional yang bersifat lintas direktorat di KLHK. Program ini melibatkan berbagai pihak yang kompeten dalam pengelolaannya, baik di tingkat pusat maupun di daerah, khususnya di 10 KPH.
Bank Dunia dan DANIDA di bawah FIP Program-Promoting Sustainable Community-Based Natural Resource Management and Institutional Development (FIP II), mengalokasikan dana sebesar 22,42 juta dolar AS untuk mendukung program nasional perbaikan tata kelola hutan di 10 KPH. Proyek hibah bantuan luar negeri yang dikelola melalui APBN ini diluncurkan pada 3 Oktober 2016 dan berjangka waktu lima tahun hingga 2021.