Benarkah Laporan Keuangan Pemerintah untuk Konsumsi Masyarakat Umum?

by admin2

Oleh: M. iqbal Haridh, Pemeriksa Muda pada Direktorat Jenderal PKN VII BPK

Semua pihak mungkin sepakat dengan pernyataan bahwa salah satu fungsi Laporan Keuangan adalah untuk memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan, diantaranya adalah masyarakat umum. Informasi dalam Laporan Keuangan penting untuk menjaga kepercayaan publik pada institusi tersebut. Lantas bagaimana cara menyusun laporan keuangan? Akuntansi diyakini oleh berbagai pihak media yang bertanggung jawab pada penyusunan Laporan Keuangan. Karena peran itulah akuntansi juga sering disebut sebagai “bahasa bisnis”.

Di sektor swasta, jamak ditemui perusahaan dengan model tertutup, yang tidak menyampaikan Laporan Keuangan ke publik. Bagaimana dengan entitas pemerintah? Berdasarkan regulasi yang berlaku, entitas pemerintah wajib menyusun laporan keuangan. Setelah diaudit dan mendapatkan opini atas laporan keuangan tersebut, Laporan Keuangan selanjutnya disampaikan kepada publik.

Maka dapat kita simpulkan bahwa Laporan Keuangan disampaikan kepada publik, sehingga masyarakat dapat membaca Laporan Keuangan tersebut.

Tapi, apakah benar begitu? Mari kita lihat bersama-sama.

Pola Pelaporan Keuangan

Regulasi yang mengatur pola pelaporan keuangan pemerintah di Indonesia tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Layaknya sebuah standar akuntansi, regulasi tersebut juga menyertakan Kerangka Konseptual. Meskipun tidak membahas pernyataan standar akuntansi secara rinci, Kerangka Konseptual memuat banyak hal penting yang harus diperhatikan, yang mencakup: ruang lingkup, pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna, peranan dan tujuan pelaporan keuangan, asumsi dasar pelaporan keuangan, karakteristik kualitatif laporan keuangan, prinsip akuntansi, kendala informasi yang relevan, serta unsur laporan keuangan.

Mari kita coba lihat bersama, bagaimana penyampaian informasi Laporan Keuangan diatur dalam Kerangka Konseptual.

Dalam paragraf 17, disebutkan bahwa terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan pemerintah, yaitu:

  1. Masyarakat;
  2. Wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;
  3. pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, pinjaman;
  4. pemerintah.

Berdasarkan paragraf 17, dapat kita lihat bahwa masyarakat merupakan satu dari beberapa kelompok pengguna utama laporan keuangan. Dalam daftar tersebut, kelompok masyarakat bahkan berada di urutan pertama. Hal ini menyiratkan seolah-olah masyarakat adalah kelompok pengguna laporan keuangan paling penting, meskipun urutan kepentingan kelompok pengguna laporan keuangan tidak disebutkan dalam Kerangka Konseptual dimaksud. Hal ini terbilang wajar, karena pemerintah beroperasi dalam wadah publik, serta mendapatkan pendanaan dari publik. Sehingga dapat dikatakan bahwa institusi pemerintahan adalah institusi dengan tingkat akuntabilitas publik paling tinggi.

Selain paragraf 17, paragraf 25 juga mendukung hal ini. Paragraf 25 menyebutkan bahwa setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan, antara lain: akuntabilitas. Maka berdasarkan paragraf 25, kita mengetahui bahwa paling tidak, ada peran yang diemban oleh pelaporan keuangan terkait dengan akuntabilitas. Mari kita coba kupas lebih dalam.

Laporan Keuangan Pemerintah harus memiliki asas akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. Karena entitas pemerintah didanai oleh publik, maka bentuk pengelolaan sumber daya sudah seharusnya dilaporkan kepada publik. Lantas bagaimana mekanisme pelaporannya? Laporan keuangan berperan penting dalam menjalankan peran akuntabilitas tersebut. Melalui pelaporan keuangan yang akuntabel, pengelolaan sumber daya diharapkan dapat dipertanggungjawabkan secara profesional.

Maka berdasarkan Kerangka Konseptual Paragraf 17 dan 25, dapat disimpulkan bahwa masyarakat umum adalah salah satu pengguna utama Laporan Keuangan Pemerintah. Sehingga sudah seharusnya, masyarakat umum dapat mengakses dan membaca Laporan Keuangan Pemerintah agar peran akuntabilitas dapat terpenuhi dengan baik.

Membaca Laporan Keuangan

Saat ini, Laporan Keuangan Pemerintah boleh dikata telah tersedia bagi publik, karena cukup mudah diakses melalui media internet. Namun untuk dapat memahami informasi dari laporan keuangan, maka pengguna (dalam konteks ini adalah masyarakat) harus mampu membaca laporan keuangan. Pertanyaan penting selanjutnya adalah: apakah seluruh elemen masyarakat kita sudah mampu membaca laporan keuangan?

PP 71 tahun 2010 telah mengantisipasi hal tersebut, yaitu mengingatkan pengguna tentang cara membaca laporan keuangan. Pada lampiran I Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) Nomor 4 tentang Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) paragraf 9, dinyatakan sebagai berikut:

“… Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman, atas sajian laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.”

Dari paragraf tersebut dapat dilihat bahwa untuk dapat memahami laporan keuangan, maka laporan keuangan harus dibaca secara utuh. Laporan keuangan yang utuh tentu tidak sedikit. Menurut standar yang berlaku saat ini, Instansi Pemerintah harus menyajikan 7 buah laporan.

PP 71 Tahun 2010 lebih lanjut menjelaskan pada paragraf 10 dan 11 di lampiran yang sama:

Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari pembaca laporan keuangan…”

“…pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi yang diterapkan akan dapat membantu pembaca menghindari kesalahpahaman dalam memahami laporan keuangan”

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam membaca dan memahami laporan keuangan, maka pembaca harus dapat memahami basis akuntansi dan kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas tersebut.

Maka pertanyaan selanjutnya adalah: apakah kita, masyarakat umum telah memahami basis akuntansi dan kebijakan akuntansi, serta membaca seluruh laporan keuangan? PP 71 tahun 2010 mengingatkan, jika tidak mengikuti cara tersebut, pembaca mungkin saja salah persepsi dalam memahami laporan keuangan.

Lantas, apakah tidak terlalu banyak bagi masyarakat umum, sehingga harus membaca sampai 7 buah laporan untuk satu entitas? Menurut saya, itu terlalu banyak. Lalu bagaimana caranya agar masyarakat umum mampu membaca dan memahami laporan keuangan?

Analisis Laporan Keuangan

Menurut saya, ada dua cara bagi masyarakat umum agar bisa memahami laporan keuangan secara utuh.

Cara pertama adalah melalui wakil rakyat. DPR, yang secara lembaga mewakili rakyat, tentu mempunyai tugas mengawasi pihak pemerintah, termasuk dari sisi keuangan. Itu sebabnya, laporan keuangan yang telah diperiksa diserahkan ke lembaga ini. Melalui DPR, masyarakat umum seharusnya bisa memahami laporan keuangan secara utuh.

Cara kedua adalah menggunakan metode, yakni Analisis Laporan Keuangan (ALK). Metode ALK merupakan bahan ajar standar yang diajarkan di Jurusan Akuntansi. Sehingga, alumnus akuntansi secara umum dapat memahami laporan keuangan secara utuh.

Yang menjadi hambatan adalah, sistem akuntansi pemerintahan belum memiliki instrumen ALK yang memadai. Selain itu, secara umum ALK belum dipahami secara luas. Agar dapat digunakan masyarakat secara umum, ALK tidak harus diajarkan di sekolah atau kampus, namun dibentuk dalam sebuah desain baku, kemudian dituangkan dalam sebuah regulasi yang dapat dibaca masyarakat luas. Cara ini tentu menuntut dukungan dari riset dan praktik akuntansi pemerintahan yang cukup luas.

Menurut hemat penulis, cara kedua layak dicoba, agar masyarakat tidak salah paham dalam membaca dan memahami Laporan Keuangan.

You may also like