JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Praktik perundungan bisa terjadi di mana saja. Termasuk di tempat kerja atau yang dikenal dengan workplace bullying. Perundungan di tempat kerja harus dicegah dan diberantas bersama. Karena jika tidak, orang yang sering mengganggu akan terus melakukan intimidasi.
Terkait dengan hal ini, Employee Care Center (ECC) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan ulasan mengenai workplace bullying. ECC menjelaskan, berdasarkan Einarsen, et al (2011), workplace bullying dapat diidentifikasi sebagai perilaku harassing (perilaku mengganggu), offending (menyerang), dan socially excluding someone (mengeluarkan seseorang dari kelompok sosial) atau mempengaruhi pekerjaan seseorang secara negatif.
Untuk disebut workplace bullying, peristiwa tersebut terjadi setidaknya sekali sepekan dan terulang sampai dengan enam bulan lamanya. Menurut ECC, ada sejumlah bentuk workplace bullying. Perundungan salah satunya bisa berbentuk lisan. Ini bisa termasuk ejekan, penghinaan, gosip atau pelecehan lisan lainnya.
Bentuk lainnya adalah intimidasi. Ini mungkin termasuk ancaman, pengucilan sosial di tempat kerja, mata-mata, atau pelanggaran privasi lainnya. Perundungan juga bisa terkait prestasi kerja. “Contohnya termasuk sabotase atau gangguan kerja, atau mencuri dan menerima pujian atas ide-ide dari seseorang.”
“Intinya, pelaku dari workplace bullying dapat berasal dari kalangan apapun di tempat kerja, misalnya supervisor, rekan kerja, dan kolega.”
Dalam beberapa kasus, intimidasi dapat menyebabkan tuduhan berbohong, pengucilan lebih lanjut, promosi yang ditolak, atau pembalasan lainnya. Dari sisi kelembagaan, bullying institusional terjadi ketika tempat kerja menerima, mengizinkan, dan bahkan mendorong terjadinya bullying. Penindasan ini mungkin termasuk tujuan produksi yang tidak realistis, lembur paksa, atau memilih mereka yang tidak bisa mengikuti.
Lalu, siapa saja yang biasanya menjadi pelaku workplace bullying? Pelaku biasanya seseorang yang mempunyai jabatan atau wewenang di atas korbannya. Hal ini disebabkan oleh kekuasaan yang tidak digunakan dengan semestinya (Einarsen, et al. 2003). Pemimpin yang memiliki kuasa atas orang lain tersebut cenderung melakukan bullying dengan cara bertindak semena-mena, membesarkan diri, meremehkan bawahan, serta penggunaan manajemen konflik otoriter.
Selain itu, beberapa studi telah melaporkan bahwa rekan kerja menjadi sumber yang paling sering melakukan perilaku agresi di tempat kerja. “Intinya, pelaku dari workplace bullying dapat berasal dari kalangan apapun di tempat kerja, misalnya supervisor, rekan kerja, dan kolega.”
Lalu, apa yang harus dilakukan jika di-bully di tempat kerja?
1. Dokumentasikan intimidasi. Catat tanggal, waktu, tempat terjadinya bullying, dan orang lain yang berada di dalam ruangan.
2. Simpan bukti fisik. Simpan catatan, komentar kasar, atau e-mail yang mengancam yang Anda terima.
3. Laporkan intimidasi. Tempat kerja Anda mungkin memiliki orang yang ditunjuk yang dapat diajak bicara jika merasa tidak aman untuk berbicara dengan atasan langsung.
4. Hadapi si pengganggu. Bawalah saksi tepercaya, seperti rekan kerja atau supervisor, dan minta mereka untuk berhenti (jika Anda merasa nyaman melakukannya).
5. Mencari bimbingan hukum. Pertimbangkan untuk berbicara dengan pengacara, tergantung pada keadaan intimidasi.
6. Jangkau orang lain. Rekan kerja mungkin dapat menawarkan dukungan. Anda juga dapat berbicara dengan terapis. Mereka dapat memberikan dukungan profesional dan membantu Anda mencari cara untuk mengatasi efek intimidasi saat Anda mengambil tindakan lain.