JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hendra Susanto mendorong adanya dampak nyata dari hasil pemeriksaan BPK. Hendra pun menyoroti pentingnya penguatan pengawasan di internal BPK. Menurutnya, Inspektorat Utama dan Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Kebijakan Pemeriksaan Keuangan Negara (Ditama Renvaja) BPK perlu berkoordinasi dalam pengembangan governansi, risiko, dan pengendalian terintegrasi.
Hal itu diungkapkan Hendra dalam Rapat Koordinasi Pelaksana BPK Tahun 2024 pada akhir Maret lalu. Kegiatan itu mengusung tema “Membangun Budaya Kerja untuk BPK Semakin Berkinerja”.
Hendra menyampaikan, manajemen mutu di level pemeriksaan perlu diperkuat dengan penguatan quality control dan quality assurance di setiap penugasan pemeriksaan. Hasil peer review Tahun 2024, ungkap Hendra, juga perlu dimanfaatkan untuk pengembangan berkelanjutan di BPK.
“Pengembangan berkelanjutan mengubah BPK dari the sleeping elephant menjadi the dancing elephant sehingga hasil kerja BPK memberikan dampak nyata bagi peningkatan kualitas tata kelola keuangan negara,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota I/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I BPK Nyoman Adhi Suryadnyana menyoroti pentingnya tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK. Menurutnya, hasil pemeriksaan BPK berupa laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan rekomendasinya baru mencerminkan sebagian dari keberhasilan tugas BPK.
Rekomendasi BPK diharapkan dapat mencerminkan perubahan dan mendorong perbaikan dalam rangka pencapaian visi dan misi entitas/objek yang diperiksa. “Keberhasilan BPK yang paripurna diperoleh dari rekomendasi yang telah ditindaklanjuti oleh entitas yang dipantau melalui SiPTL,” ungkap Nyoman.
Kemudian, Anggota II/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara II BPK Daniel Lumban Tobing mendorong analisis data mengenai keuangan negara. Daniel menyampaikan, analisis data dalam pemeriksaan perlu menjadi suatu budaya kerja.
Dia menyampaikan, kebiasaan dalam melakukan tugas pemeriksaan perlu selalu mengutamakan ketersediaan data sebelum mengambil kesimpulan pemeriksaan maupun mengusulkan rekomendasi hasil pemeriksaan.
Dia pun meminta agar dilakukan evaluasi kemampuan pengolahan data, sinergi data, analisis data untuk pemeriksaan yang berkualitas, serta melengkapi hasil reviu dan pemeriksaan internal oleh Itama. Ditama Renvaja juga perlu merencanakan peningkatan kapasitas kelembagaan BPK dalam pengelolaan Data Keuangan Negara, melalui dukungan data dari AKN I sampai AKN VII di BPK.
Sementara, Anggota IV/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara IV BPK Haerul Saleh menegaskan pentingnya pemeriksaan program ketahanan pangan. Menurutnya, BPK perlu melakukan pemeriksaan komprehensif atas program ketahanan pangan, untuk merespons dan mengantisipasi krisis pangan dunia.
“Ketahanan pangan merupakan isu strategis yang melibatkan peran multi stakeholder dari hulu hingga hilir meliputi area pemerintah pusat maupun daerah sehingga pemeriksaan harus dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif antar AKN,” ungkap Haerul.
Anggota V/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara V BPK Ahmadi Noor Supit mendorong BPK agar dapat berperan memperbaiki belanja pemerintah. Dia menyampaikan, pemerintah menghadapi tantangan dalam mengelola belanja berkualitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara, pemda cenderung memperbesar struktur birokrasinya dengan cara menambah jumlah pegawai tanpa mempertimbangkan kondisi beban kerja yang ada.
Dia menyampaikan, temuan pemeriksaan Prioritas Nasional (PN) 2 yakni perencanaan dan pengelolaan mandatory spending di pemerintah daerah belum memadai untuk mendukung belanja yang berkualitas. Kemudian, temuan pemeriksaan LKPD Tahun 2022 yakni terdapat peningkatan utang daerah di beberapa wilayah yang digunakan untuk belanja infrastruktur karena adanya keterbatasan fiskal daerah.
“BPK perlu berperan dalam mendorong pemerintah untuk meningkatkan PAD dan alokasi dana transfer dari pemerintah pusat,” ungkapnya.
Anggota VI/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VI BPK Pius Lustrilanang menyampaikan pentingnya pemeriksaan bidang pemenuhan kebutuhan dasar. Salah satu yang disoroti adalah pertanggungjawaban keuangan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Dia mengatakan, salah satu masalah aktual dan strategis dalam penyelenggaraan pemilu tahun 2024 di Indonesia adalah terkait dengan penggunaan teknologi dalam proses pemilu. “Tantangan dalam menjaga keamanan dan integritas sistem elektronik serta pemilih data menjadi perhatian utama bagi kita semua. Selain itu, masalah terkait pelaksanaan pemungutan suara yang aman, efisien, dan transparan,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota VII/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII BPK Slamet Edy Purnomo menyampaikan pentingnya pembahasan isu crosscutting. Menurutnya, banyak permasalahan di tubuh BUMN yang terkait dengan kebijakan kementerian/lembaga maupun pemda. Hal ini kemudian menimbulkan inefisiensi keuangan negara, kehilangan aset, maupun beban keuangan/kerugian bagi BUMN.
“Masalah crosscutting dengan entitas AKN lain kurang dikomunikasikan sehingga entitas kesulitan dalam menyelesaikan temuan karena menyangkut wewenang K/L lain atau terdapat potensi rekomendasi pemeriksaan yang bertentangan dari 2 LHP berbeda. Oleh karena itu, perlu peningkatan koordinasi antar-AKN,” tegas Slamet.