Begini Cara BPK Menentukan Kerugian Negara

by Super Admin
Auditor Utama Investigasi BPK Hery Subowo


JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki peran penting dalam proses penegakan hukum terkait perkara yang menyebabkan kerugian negara. BPK memiliki kewenangan melakukan penghitungan kerugian negara dan memberikan keterangan ahli, baik dalam proses penyidikan maupun di ranah persidangan.

Auditor Utama Investigasi BPK Hery Subowo mengatakan, sebelum BPK menyampaikan hasil penghitungan kerugian negara dan memberikan keterangan ahli di persidangan, harus dilakukan pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan tersebut akan menentukan jumlah kerugian negara yang ditimbulkan dari sebuah tindak pidana korupsi atau fraud.

Dalam proses kerja tersebut, BPK bersinergi dengan aparat penegak hukum (APH) baik dari kejaksaan, kepolisian, atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  “Meski kasus yang ditelusuri adalah kasus yang pernah diperiksa BPK, bisa jadi ada tambahan data lain karena ada kewenangan yang bisa dikerjakan oleh APH,” kata Hery kepada Warta Pemeriksa di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Hery mengatakan, penyidik bisa menyita, menahan, menggeledah, maupun menyadap untuk mengumpulkan alat bukti. Sementara, BPK tidak bisa melakukan itu. Data yang dimiliki penyidik kemudian dievaluasi BPK berdasarkan kriteria relevan, kompeten, dan cukup (RKC). “Meski datanya berasal dari APH, BPK tetap harus mengkritisi data itu,” kata Hery.

Hal itu, kata Hery, adalah upaya untuk mewujudkan collaborative evidence. Sehingga, bukti-bukti yang dikumpulkan kuat dan lengkap sebelum dibawa ke persidangan.

Hery menyampaikan, perbuatan melawan hukum menyangkut unsur kesengajaan. Dia mengatakan, orang melakukan fraud bisa dikarenakan lalai, tidak tahu, atau sengaja. Faktor penyebab fraud itu harus dipastikan terlebih dahulu. Sebab, kelalaian atau ketidaktahuan bukan perbuatan korupsi. Hal itu kemudian dapat diselesaikan dengan tuntutan ganti rugi melalui hukum administrasi keuangan negara.

Sementara, fraud yang disengaja itu memiliki ciri-ciri terencana. Hery mencontohkan, sejak awal pelaku fraud akan membentuk anggaran, kemudian memilih rekanan tertentu untuk pengadaan, mengurangi spesifikasi barang, dan kemudian memperoleh selisih harga atas barang yang dibeli. Selisih harga atau margin itu kemudian dibagikan dan uangnya mengalir ke berbagai pihak.

“Itu contoh rencana jahat yang dikerjakan secara berkaitan satu sama lain dan apabila penyimpangan itu terjadi berurutan itulah lambang kesengajaan. Inilah yang harus diungkap,” kata Hery.

You may also like