BPK Ungkap Kelemahan Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional

by Admin 1
Gedung BPK

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — BPK telah melaksanakan pemeriksaan atas sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional tahun 2021 di Kemenkeu, Kementerian PPN/Bappenas dan instansi terkait lainnya. Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dirilis pada Desember 2021, BPK menjelaskan, Kementerian PPN/Bappenas berperan dalam menyusun tema, sasaran, arah kebijakan, dan prioritas pembangunan untuk tahun yang direncanakan dan mengkoordinasikan pencapaian sasaran/target pembangunan seluruh sektor dengan menggunakan sistem informasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA).

Sementara itu, Kementerian Keuangan mempunyai tugas mengelola fiskal yang berwenang dalam penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro dengan menggunakan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI). Kemudian, pimpinan K/L menyelenggarakan perencanaan pembangunan sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Sebagai pengguna anggaran/pengguna barang, K/L mempunyai tugas menyusun rancangan anggaran.

“Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional mengungkapkan enam temuan yang memuat 12 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 10 kelemahan sistem pengendalian intern dan dua permasalahan ketidakpatuhan.”

Hasil pemeriksaan menyimpulkan, perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional tahun 2021 tidak sesuai dengan amanat beberapa aturan. Mulai dari UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, PP Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional, Permen PPN/Bappenas Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pedoman Evaluasi Pembangunan Nasional, Nomor 13 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengelolaan Proyek Prioritas, dan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perencanaan Dana Transfer Khusus dan peraturan terkait lainnya dalam semua hal yang material.

BPK menemukan, rencana kerja pemerintah (RKP) belum sepenuhnya mencakup kegiatan bendahara umum negara (BUN). Misalnya saja, pertama, proses sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional belum sepenuhnya mengintegrasikan perencanaan dan penganggaran BUN. Seperti subsidi, hibah, dana transfer khusus, dana desa, dan sumber pendanaan lainnya.

Kedua, belum terdapat pengaturan lebih lanjut terkait integrasi perencanaan BUN ke dalam RKP tahun 2021. Ketiga, tidak terdapat tagging atau penandaan prioritas nasional (PN) dalam indikasi kebutuhan dana, pagu indikatif, serta alokasi pagu bagian anggaran (BA) BUN TA 2021. Kemudian penetapan anggaran dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) BA BUN TA 2021 serta dalam sistem informasi penganggaran.

Hal ini mengakibatkan, RKP sebagai dokumen perencanaan pembangunan nasional belum sepenuhnya andal dan informatif. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pun tidak sepenuhnya dapat diperbandingkan dengan RKP.

Perencanaan dan penganggaran dana alokasi khusus (DAK) belum sepenuhnya memadai dalam mendukung pencapaian PN, program prioritas (PP), proyek prioritas (Pro-P), dan major project (MP). Hal itu antara lain penentuan tagging prioritas DAK pada KRISNA DAK dan KRISNA RKP berbeda, belanja K/L dan DAK fisik belum terintegrasi dalam mendukung pencapaian PN, PP, Pro-P, dan MP. Serta RKP tahun 2021 belum sepenuhnya mengungkapkan alokasi DAK fisik secara keseluruhan.

Akibatnya, antara lain dukungan DAK terhadap belanja K/L sesuai dengan PN, PP, kegiatan prioritas (KP), dan MP tidak dapat diketahui dengan segera dan dievaluasi secara memadai. Akuntabilitas pada tahap penetapan alokasi DAK fisik pun menjadi tidak dapat dinilai.

Dari pemeriksaan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Bappenas agar berkoordinasi untuk menyusun kajian dalam rangka mengidentifikasi kegiatan di BUN yang dapat diintegrasikan dalam RKP. Kemudian menetapkan mekanisme perencanaan dan penganggaran yang mengintegrasikan kegiatan tertentu di BUN ke dalam RKP dan surat bersama pagu indikatif.

Menkeu dan Menteri PPN/Bappenas juga perlu menyempurnakan struktur database dalam sistem informasi perencanaan. Lalu menyusun aturan terkait penandaan atau tagging DAK yang lebih komprehensif dengan melengkapi tagging DAK dan dukungannya terhadap PN, PP, KP, Pro-P, dan MP.

BPK juga merekomendasikan kepada Kepala Bappenas untuk memerintahkan deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas agar berkoordinasi dengan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Koordinasi itu untuk menyelaraskan peraturan dan kriteria penetapan proyek prioritas di PSN yang masuk dalam RKP.

Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional mengungkapkan enam temuan yang memuat 12 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 10 kelemahan sistem pengendalian intern dan dua permasalahan ketidakpatuhan.

You may also like